M I F T A H F A D H L I

rumahku, milikmu

Senin, 13 Juli 2009

Bebek Ini, Suami Saya


Jadi, perkenalkan: bebek ini suami saya.
Nama Lengkap : Bebek ‘Saja’.
TTL : Semrawut, 32-32-32
Status : Suami Saya, Suami Siapa Saja.
Pekerjaan : Pembersih kolam

Isteri : Saya, Siapa Saja.
Pekerjaan : Jajan
Saya isteri sahnya. Kami sudah tujuh tahun menikah, belum punya ’anak’ sekalipun. Kami tinggal di pinggir kolam. Dekat bunga teratai. Tetangga kami platipus. Pasangan baru mereka itu. Setiap malam kami selalu dijamu ikan. Tapi suamiku lebih suka cacing. Ia pembersih kolam. Ya, kolam dekat rumah kami. Setiap sore ia suka menyisiri dasar kolam. Malamnya, kami makan setumpuk cacing.
Kehidupanku, berjalan sebagaimana biasa. Kami memikirkan mimpi. Kami memikirkan jadi apa. Pindah ke mana. Dan, seperti apa tujuh tahun ke depan. Tapi suamiku, Bebek, sangat cinta dengan tempat ini. Rumah yang kami tinggali adalah rumah warisan. Aku ingin mengeluh. Tapi ia selalu ngotot. Bahkan sebelum sempat kuajukan keluhanku.
Kami punya cara berbeda untuk berkomunikasi. Aku senang. Selalu ada berbeda setiap harinya.
Kwek...kwek....kwek...
Kwek...kwek....kwek...
Kwek...kwek....kwek...
Siapa sangka, ia suka menulis puisi. Ia Bebek yang romantis. Setiap malam bulan purnama ia akan menyanyi sambil diiringi teman-teman sejawatnya. Kodok. Aku akan duduk di tepi kolam, memainkan permukaannya dan menjilati airnya yang dingin. Oh, ya, kami punya hiasan telur yang cantik.
Dia tidak tahu hal itu. Sebab selalu kusembunyikan. Telur itu berwarna emas. Kemungkinan telur angsa karena ukurannya besar. Aku selalu menunggunya untuk menetas. Tapi tak pernah berhasil. Sudah kuerami beberapa kali, tapi ia semakin lembek. Jadi kubiarkan saja.
Kalian bisa melihat kehidupanku atau menyangka kehidupanku akan seindah yang diduga. Tapi tidak. Aku seorang manusia. Dia seekor bebek. Ketika bercinta, ia selalu punya cara yang berbeda. Ia selalu menyembunyikan penisnya jika tak sedang birahi. Tapi ciumannya hebat. Laki-laki selalu punya taktik untuk mencium pasangannya. Iapun begitu. Dengan mulut yang panjang, aku jadi suka bermain-main.
”Muncungmu itu panjang, sayang. Muncung panjang. Muncung panjang.”
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Ia merepet.
Aku pusing mendengarnya. Itulah tingkahnya yang paling kubenci. Laki-laki seperti dia tak pandai memilih kata. Sebabnyalah ia selalu membuat sakit perutku jika sedang mengomel. Ingin kutampar ia, tapi aku tak punya hak. Sebab tak punya undang-undangnya.
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Ia bernyanyi.
Ia punya rima tersendiri. Ia laki-laki yang punya taste. Ah, aku makin senang.
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
”Iya. Iya. Kumasakkan untukmu nanti.”
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
”Iya, sayang. Kucucikan bajumu.”
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
”Sabar, ya. Aku nyapu rumah dulu.”
Ah, sepanjang hari, ia tak pernah tahu aku sesibuk ini. Mencuci bajunya, menyemir sepatunya, menyamar jadi badut untuk fantasinya, dan sebagainya, dan sebagainya.
Melelahkan sekali.
”Aku mau bicara.”
Kwekkwekkwekkwekkwekkwek........
............
Ah, tidak usah saja. Aku mau tidur.
”Aku tidak punya anak, Bebek.
”Kau tidak sesubur yang kuduga.”
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
”Kapan lagi kita punya waktu bersenang-senang sementara kau ngomel melulu.”
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
”Aku nggak pernah jajan.
”Ya, paling sebentar liat-liat.”
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
”Sudahlah. Lupakan!”
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
Kwek...kwek....kwek....
”Sudah. Aku sudah nggak sanggup.
”KITA CERAI......”

***
Maka, kenalkan, aku Linna. Isteri kedua Bebek. Pernikahan kami sudah dua tahun. Kini, ia makin tua. Tak sempat melayaniku. Kami punya dua anak: Angsa (pr), dan Entok (pr). Aku pernah berjumpa dengan isteri pertamanya. Ia sangat menyenangkan. Kini ia seorang single. Tidak sedang mencari suami. Ia ingin berkarier. Ia bekerja dapur restoran sebagai juru masak. Koki. Aku suka masakannya. Kutanyakan apa kesukaannya.
”Bebek panggang!”

2009


0 komentar:

Posting Komentar

for comment(s)

aku dan blog

Blog ini kuciptakan dalam rangka pencarian identitasku yang masih abstrak. Aku ingin menciptakan keindahan lewat kata-kata. Mematri ketulusan lewat sastra. Dengan blog ini, kuharap kalian akan menjadi teman sejati

pilih arsip

2012 thriller

  © Blogger template Starry by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP